Latest News

Catatan Sepeda Raleigh dan Fongers Seorang Wartawan Belanda 1942

Sebut saja namanya Van der Mijll Dekker seorang wartawan asal Belanda yang sedang berkunjung ke kota Semarang, Jawa Tengah di tahun 1942. Ia mengunjungi sahabat Belandanya Van Zanten, sebuah keluarga Eropa asal Belanda yang telah lama menetap di kota Semarang.

Menurut Dekker, biasa ia disapa, Van Zanten merupakan orang yang selalu menggunakan sepeda kemanapun ia bepergian. Padahal Van Zanten merupakan orang yang cukup terpandang dan kaya.
Van der Mijll Dekker

“Sebenarnya ia bisa membeli mobil namun teman saya itu tetap ingin tapil sederhana. Coba bayangkan banyak orang-orang Eropa di kota Semarang ini masih banyak bergaya berjuis bak bangsawan,” kata Dekker.

Dekker menjelaskan bahwa keluarga Van Zanten tergolong keluarga pesepeda. Ia memiliki istri yang cantik bernama Hildy dengan dua orang putra masing-masing bernama Jol dan Evert. Tiap pagi hari Van Zanten dan istrinya bersepeda pergi ke pusat kota Semarang untuk berberlanja kebutuhan rumah.

Awalnya Van Zanten memiliki sebuah sepeda buatan Jepang yang dibelinya sebelum Jepang menyerang Hindia Belanda seharga f.20-. Menurut Dekker, sepeda buatan Jepang terbilang murah dibanding sepeda buatan negerinya.

“Aneh juga teman saya ini yang orang Belanda kok punya sepeda buatan Jepang. Katanya sih harganya murah dan kualitasnya cukup baik,” imbuh Dekker. Mungkin karena selalu ditanya oleh sang wartawan, akhirnya Van Zanten di akhir tahun 1942 membeli sebuah sepeda Raleigh buatan Inggris seharga f.45- roepiah.

Dekker mengatakan bahwa sepeda Raleigh di tahun 1940-an merupakan sepeda yang terbilang mewah dan berharga sangat mahal hanya kalangan atas yang mampu beli sepeda ini.

Sepeda Raleigh kelas atas biasanya dilegkapi dengan sistem rem tromol dengan tiga kecepatan perseneleng Sturmey Archer. Selain itu, sepeda buatan Inggris ini dilengakapi dengan lampu dan dinamo, pelindung rantai atau ketengkas, bel dan bagasi istimewa.

“Sepada Raleigh dengan perseneleng kala itu merupakan lambang status kalangan atas baik bangsa Eropa, Indo-Eropa, Cina, dan bangsawan pribumi,” jelas Dekker. Dekker pun mengatakan, banyak kaum muda Indo-Eropa yang suka sepeda Relaigh warna hitam yang selalu dihiasi bendera.

Kaum muda Indo-Eropa ini sering jalan-jalan keliling sambil bercanda dengan teman-temannya yang rata-rata memang anak orang kaya. Menurut Dekker di kota Semarang kala itu banyak toko-toko sepeda yang menjual sepeda Raleigh ini karena banyak yang suka.

Selain membeli sepeda Raleigh, Van Zanten pun membeli sepeda merek Fongers seharga f.30- roepiah. Dekker berkata bahwa sahabatnya itu sangat suka sekali sepeda buatan Belanda itu. Menurutnya sepeda Fongers sangat berkualitas dan nyaman digunakan dan sepeda Fongers merupakan salah satu sepeda terbaik Belanda.

“Biasanya sepeda Fongers di kota Semarang hanya dimiliki oleh orang-orang Eropa asal Belanda dan kalangan bangsawan pribumi dan Cina. Mereka suka sepeda Fongers dengan warna hitam yang dilengkapi perseneleng Sturmey Acher,” imbuh Dekker.

Lebih lanjut Dekker menerangkan bahwa banyak keluarga Belanda bila bersepeda banyak menggunakan Fongers dengan membawa para jonggosnya ke pasar maupun pertokoan. Tak hanya itu, banyak pegawai pos dan staf pegawai pemerintah Hindia Belanda banyak memakai sepeda Fongers ini.

Dekker berkata bahwa sepeda sudah dikenakan pajak oleh pemerintah Hindia Belanda. Mau mengenal lebih dekat sejarah sepeda tua di Indonesia yang susah mencari dokumennya, bisa lihat di halaman Oldbike in History.

Sebenarnya cerita ini berlatar belakang sebelum tentara Dai Nippon (Jepang) masuk ke Semarang, Jawa Tengah. Sebelumnya di tahun 1941 terjadi perang pasifik yang dilancarkan Jepang terhadap Sekutu (Amerika, Inggris) di kawasan Asia termasuk Hindia Belanda (Indonesia).

Penyerbuan tentara Jepang ke Indonesia dimulai dengan pendaratan tentara Jepang di Tarakan tanggal 10 Januari 1942. Balikpapan (Kalimantan) dan Kendari (Sulawesi) jatuh ke tangan tentara Jepang tanggal 24 Januari 1942, Ambon tanggal 4 Februari, Makasar tanggal 8 Februari, dan Banjarmasin tanggal 16 Februari. Bali diduduki tanggal 18 Februari, dan tanggal 24 Februari tentara Jepang telah menguasai Timor.

Jadi penyerbuan Jepang tak langsung ke pulau Jawa. Nah, mungkin wartawan Belanda bernama Dekker itu menceritakan suasana Jawa Tengah khususnya Semarang sebelum Jepang menyerbu Jawa. Wartawan Belanda ini juga menceritakan dengan adanya serbuan Jepang ini, harga-harga sepeda melambung tinggi dan sepeda buatan Eropa maupun onderdil-onderdil sepeda semacam ban dan lainnya sulit didapat.

Tentara Jepang masuk Jawa dimulai dengan mendaratkan tentaranya ke Palembang pada tanggal 13 Februari 1942. Lalu pada tangga 28 Februari 1942 dibawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat paskuan di tiga tempat di Jawa yaitu Banten, Eretan Wetan dan Kragan.

Jepang pun segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati, Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Pada 8 Maret 1942, Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan seluruh tentara Belanda dan sekutunya.

Pada 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten petinggi tentara Belanda, memerintahkan kepada seluruh tentara Hindia Belanda untuk menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang. Dengan demikian, tentara Belanda secara sangat pengecut dan memalukan, menyerah hampir tanpa perlawanan sama sekali. Dengan tindakan yang sangat memalukan itu, Belanda menghancurkan sendiri citra yang ratusan tahun dibanggakan oleh mereka yaitu bangsa Belanda orang kulit putih tidak terkalahkan.

Boleh dikatakan, sang penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan menguras bumi Nusantara, menindas penduduknya, kini dengan sangat tidak bertanggungjawab, menyerahkan jajahannya ke tangan penguasa lain, yang tidak kalah kejam dan rakusnya. Di atas secarik kertas, Belanda telah melepaskan segala hak dan legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya.

Dengan demikian, tanggal 9 Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal menyerahnya Belanda kepada Jepang, melainkan juga merupakan hari dan tanggal berakhirnya penjajahan Belanda di bumi Nusantara, karena ketika Belanda kembali ke Indonesia setelah tahun 1945, bangsa Indonesia telah merdeka.

Tuliasan ini saya sadur dan saya muat ulang dari grup fb De Oude Fiets Indonesia yang di tulis oleh Bp. Sugi Yanti (Jasmerah, diolah dari berbagai sumber. Foto koleksi kitlv.nl).